web stats

Makna Panggilan Wak, Uwak dan Lek di Medan, Begini Artinya

bayu Desember 19, 2025

Kompak – Di tengah kehidupan sosial masyarakat Medan, Sumatera Utara, terdapat kebiasaan berbahasa yang unik dan sarat makna budaya, salah satunya melalui penggunaan panggilan Wak dan Lek. Kedua sapaan ini sering terdengar dalam percakapan sehari hari, baik di pasar tradisional, lingkungan perumahan, hingga ruang publik lainnya. Meski terdengar sederhana, panggilan Wak dan Lek tidak bisa digunakan secara sembarangan karena berkaitan erat dengan etika, sopan santun, serta struktur sosial yang hidup di tengah masyarakat Medan. Pemahaman yang tepat tentang arti dan konteks penggunaannya menjadi penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

Sebagai kota multikultural, Medan dihuni oleh berbagai latar belakang etnis seperti Melayu, Batak Toba, Mandailing, Karo, Minang, Jawa, dan etnis lainnya. Keberagaman ini membentuk gaya bahasa pergaulan yang khas, termasuk dalam penggunaan sapaan. Wak dan Lek menjadi contoh nyata bagaimana bahasa berkembang sebagai alat sosial untuk menunjukkan rasa hormat, keakraban, dan posisi seseorang dalam hubungan sosial.

Makna dan Fungsi Panggilan Wak, Uwak dalam Budaya Medan dan Artinya

Panggilan Wak memiliki akar dari kata Uwak dalam bahasa Melayu. Secara umum, Wak artinya digunakan untuk menyapa pria yang lebih tua atau dianggap lebih dewasa dari penutur. Dalam konteks budaya Melayu yang kuat di Medan, panggilan ini berfungsi sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang dituakan. Wak sering digunakan saat menyapa pedagang, tetangga yang lebih tua, sopir, atau siapa pun yang secara usia dan posisi sosial dianggap pantas menerima sapaan hormat.

Dalam praktiknya, penggunaan Wak tidak selalu kaku. Di lingkungan pergaulan yang sudah akrab, panggilan ini bisa terdengar santai dan penuh kehangatan. Misalnya, seseorang dapat memanggil temannya yang sedikit lebih tua dengan sebutan Wak tanpa bermaksud formal, melainkan sebagai tanda kedekatan. Variasi seperti Wakgeng juga muncul sebagai bentuk adaptasi bahasa pergaulan anak muda, yang tetap mempertahankan unsur hormat namun dibalut nuansa santai.

Fungsi utama panggilan Wak adalah menjaga keseimbangan hubungan sosial. Dengan menggunakan sapaan ini, penutur menunjukkan kesadaran akan hierarki usia dan norma kesopanan. Hal ini penting dalam budaya Medan yang menjunjung tinggi nilai menghormati orang yang lebih tua. Kesalahan dalam penggunaan Wak, seperti memanggil orang yang lebih tua tanpa sapaan yang pantas, dapat dianggap kurang sopan atau tidak tahu adat.

Selain itu, Wak juga berperan sebagai identitas lokal. Bagi pendatang atau orang luar daerah, penggunaan sapaan ini sering menjadi penanda bahwa seseorang mulai memahami dan menyesuaikan diri dengan budaya Medan. Oleh karena itu, Wak bukan sekadar panggilan, tetapi juga simbol integrasi sosial dalam kehidupan sehari hari.

Arti Panggilan Lek dan Batasan Penggunaannya

Berbeda dengan Wak, panggilan Lek berasal dari kata Lae yang dikenal dalam budaya Batak. Awalnya, Lae digunakan sebagai sapaan kekerabatan dalam konteks tertentu, terutama dalam hubungan keluarga melalui pernikahan. Namun seiring waktu, istilah ini mengalami perluasan makna dan berubah menjadi Lek dalam bahasa pergaulan di Medan.

Lek umumnya digunakan antar sesama pria yang memiliki hubungan akrab dan setara. Sapaan ini mencerminkan kedekatan emosional, rasa kebersamaan, serta posisi yang sejajar dalam hubungan sosial. Karena itu, Lek sering terdengar dalam percakapan santai antar teman, rekan kerja, atau kenalan dekat. Penggunaan Lek menandakan bahwa hubungan tersebut sudah melewati batas formal dan masuk ke ranah pertemanan yang lebih personal.

Meski demikian, penggunaan Lek memiliki aturan tidak tertulis yang perlu diperhatikan. Sapaan ini sebaiknya tidak digunakan kepada orang yang lebih tua atau memiliki posisi sosial yang lebih tinggi, karena dapat dianggap kurang sopan. Selain itu, dalam konteks budaya setempat, Lek juga tidak lazim digunakan oleh perempuan kepada pria. Hal ini berkaitan dengan norma kesopanan dan peran gender yang masih dijaga dalam masyarakat Medan.

Untuk perempuan, terdapat sapaan lain yang dianggap lebih pantas, seperti Ito, yang juga berasal dari budaya Batak. Ito digunakan sebagai panggilan sopan dan netral, serta lebih diterima dalam interaksi lintas gender. Pemilihan sapaan yang tepat menjadi kunci agar komunikasi berjalan lancar tanpa menyinggung perasaan pihak lain.

Fenomena penggunaan Lek juga menunjukkan bagaimana bahasa dapat berkembang mengikuti dinamika sosial. Dari istilah kekerabatan, Lek bertransformasi menjadi bahasa gaul lokal yang memperkuat rasa kebersamaan di antara anak muda Medan. Namun, fleksibilitas ini tetap dibatasi oleh norma budaya yang berlaku, sehingga pemahaman konteks tetap menjadi hal utama.

Penutup

Panggilan Wak dan Lek di Medan bukan sekadar kata sapaan, melainkan representasi dari nilai budaya, etika, dan struktur sosial yang hidup di tengah masyarakat. Wak mencerminkan penghormatan kepada pria yang lebih tua dan menegaskan pentingnya sopan santun dalam interaksi sehari hari. Sementara itu, Lek menjadi simbol keakraban dan kesetaraan antar sesama pria, dengan batasan penggunaan yang perlu dipahami agar tidak melanggar norma budaya.

Memahami arti dan konteks penggunaan Wak dan Lek membantu seseorang beradaptasi dengan lingkungan sosial Medan secara lebih baik. Dengan menggunakan sapaan yang tepat, komunikasi dapat terjalin dengan lebih harmonis, sekaligus menunjukkan penghargaan terhadap kearifan lokal. Pada akhirnya, bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cerminan sikap dan penghormatan terhadap budaya setempat.

Bayu Kusuma

Gw bayu, seorang penulis teknologi yang suka banget ngikutin perkembangan teknologi terbaru. Gw bakal nge-share informasi seputar gadget, aplikasi, dan teknologi lainnya biar kalian bisa stay updated!

Tinggalkan komentar

Artikel Terkait

error: Content is protected !!